Senin, 07 September 2015

Strategi Silvikultur dengan Aplikasi Press Block dalam Pembangunan Hutan Pantai.

Pembangunan hutan pantai di lahan pasir pada umumnya terbatas pada permasalahan tapak yang minim unsur hara, suhu tinggi, kadar garam tinggi serta ketersediaan air terbatas. Permasalah yang umum dihadapi di lahan marginal ini dapat diatasi dengan memasukkan teknik manipulasi tapak untuk mendukung pertumbuhan tanaman dalam pembangunan hutan pantai. Sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan tapak di lahan pasir pantai dapat diaplikasikan press block.
Press block merupakan campuran tanah lempung dan bahan organic yang dicetak berbentuk silinder dengan diameter tertentu seperti pot tanaman. Fungsi press block ini antara lain menyediakan unsur hara sementara pada bibit tanaman hingga tanaman yang diusahakan mampu membentuk perakaran dan beradaptasi dengan lingkungan, menjaga suhu tanah serta menyediakan air bagi tanaman, mengingat sifat fisik tanah lempung yang sukar untuk melepaskan air (KPA tinggi). 

Metode press block ini sebelumnya pernah di aplikasikan dalam pembangunan hutan pantai cemara udang di kebumen. Menurut dishut jabar (2011) Tanaman cemara udang dapat tumbuh baik di pasir pantai yang panasnya mencapai 70 derajat celcius, lantaran tim Fakultas Kehutanan UGM ini berhasil mengembangkan teknologi block press, yakni memasukkan bibit cemara tersebut ke dalam tanah liat yang sudah dicampur dengan pupuk organik kemudian dipres. Setelah itu baru ditanam di tanah berpasir. Keberhasilan aplikasi press block dalam pembangunan hutan pantaidi Kebumen (Ambal, Petanahan, Mirit) diharapkan dapat dijadikan percontohan dalam membangun hutan pantai di sepadan pantai seluruh Indonesia. Namul pertimbangan akan kondisi alami dan karakteristik pantai perlu diperhatikan sebagai landasan pertimbangan perlunya pembangunan hutan pantai, mengingat beragamnya karakter pesisir pantai dan pola pembentukannya.

Pembangunan Hutan Pantai berbasis Pengurangan Resiko Bencana Tsunami

Sebagai konsekuensi dari kondisi geologi dan geografis kepulauan Indonesia, yaitu berada pada 3 buah lempeng yang terus menerus bergerak dan saling bertumbukan, adalah adanya zona-zona gempa yang sebagian besar berada di dasar laut dengan pusat-pusat gempa yang bervariasi kedalamannya dan sewaktu-waktu dapat membangkitkan gelombang Tsunami. Adanya ancaman tersebut menuntut penduduk khususnya di sekitar pesisir pantai untuk berpikir solusi jangka panjang  guna meminimalisir dampak yang ditimbulkan apabila gelombang tsunami terjadi. Upaya meminimalkan dampak tersebut tidak mudah dilakukan dan harus dilakukan secara terintegrasi. Penerapan sistem perlindungan pantai baik dengan Metode Perlindungan Alam (MPA) dan Metode Perlindungan Buatan (MPB) tidak terlepas dari peran masyarakat sekitar pesisir pantai.
Kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya meminimalkan dampak akibat gelombang tsunami ataupun abrasi salah satunya dapat dilakukan dengan menerapkan Metode Perlindungan Buatan (MPB) dengan membuat struktur hutan buatan. Vegetasi pantai memiliki peran yang sangat penting sebagai pencegah abrasi. Tumbuhan pantai umumnya memiliki akar yang panjang dan kuat sehingga mampu menahan substrat dari hempasan gelombang. Demikian pula saat timbulnya tsunami, vegetasi pantai memiliki kemampuan untuk meredam energi gelombang yang sangat besar.
Efektifitas peredaman energi gelombang oleh vegetasi pantai sifatnya relatif dan ditentukan oleh banyak faktor. Kerapatan vegetasi, ketebalan vegetasi dari pantai ke arah darat, topografi pantai, karakteristik substrat serta kondisi ekosistem terumbu karang dan lamun sangat menentukan efektifitas vegetasi pantai dalam meredam gelombang. Efektifitas peredaman energi gelombang oleh vegetasi pantai umumnya berkisar antara 0 – 30 % (Desai, 2000).
Namun upaya pengurangan resiko bencana Tsunami dengan vegetasi sebagai buffer ini belum banyak dikembangkan. Salah satu hal yang menyebabkan belum diliriknya vegetasi pantai sebagai pelindung pantai adalah karena vegetasi pantai dianggap tidak memiliki nilai ekonomi sehingga masyarakat dan pemerintah setempat enggan melakukan penanaman.
Sebagai solusi terhadap permasalahan di atas dilakukan kombinasi terhadap kedua hal tersebut kedalam sebuah rancangan hutan pantai berbasis rekayasa vegetasi beserta perencanaan tata ruang yang dapat memenuhi kedua aspek permasalahan diatas yaitu kelestarian ekosistem dan peningkatan ekonomi masyarakat. Rekayasa vegetasi dengan memadukan tanaman kehutanan jenis Casuarina equisetifolia, Cocos nucifera dan pertanian buah naga diharapkan mampu mengurangi risiko terhadap gelombang tsunami.

Model tata ruang pertanaman sebagaimana digambarkan dalam gambar 9. Pada zona terdepan ditanam dengan jenis Casuarina equisetifolia dengan jarak tanam 2 x 3 m dengan sistim selang-seling (untu walang). Cemara udang disinii berfungsi sebagai barrier / pagar terdepan dengan alternative 3 lapis hingga 2 lapis. Casuarina equisetifolia toleran terhadap angin yang kuat sehingga dapat tumbuh pada daerah-daerah yang rentan terhadap topan tropis dan angin puyuh dan berfungsi pula untuk melindungi tumbuhan lain. Adanya jarak diantara tanaman terdepan dengan tanaman selanjutnya ditujukan untuk memberi ruang dan akses jalan masyarakat. Jenis cemara udang dapat difungsikan sebagai buffer karena morfologii daunnya dapat memecah butiran air dan menyaring garam dan kelenturan batang untuk kembali ke posisi semula ketika diterjang gelombang

Creative Nursery

Persemaian merupakan salah satu elemen vital dalam suatu pengusahaan hutan produksi. Mengapa vital ? dari sinilah awal mula penentu keberhasilan pengusahaan hutan yang bertujuan sebagai produksi kayu maupun non kayu. Persemaian yang sehat dan baik akan menciptakan bibit-bibit dengan kualitas dan mutu yang baik pula. Walaupun secara genetik benih dari bibit dalam suatu persemaian memiliki kualitas unggul, namun apabila tidak dipelihara dalam lingkungan yang sehat dan pemeliharaan yang baik akan berimplikasi pada buruknya mutu bibit secara umum.

Bibit memiliki kualitas yang baik dilihat berdasarkan syarat umum seperti normalitas bentuk bibit, percabangan bibit, kesehatan bibit secara pathologis maupun fisiologis, dan presentase batang berkayu, dan dilihat berdasarkan syarat khusus seperti tinggi, diameter, jumlah daun, dan kekompakan media perakaran. Kedua syarat tersebut dianjurkan memiliki presentase yang tinggi dan seimbang sesuai dengan standar bibit suatu spesies (fact sheet). Menciptakan persemaian yang baik bukanlah sesuatu hal yang mudah, selain teori dan pengetahuan khusus terkait syarat tumbuh suatu spesies (fact sheet) juga diperlukan kreativitas guna memenuhi target produksi suatu persemaian. Salah satu praktek persemaian kreativ yang berhasil memenuhi target produksi dan memberikan keuntungan bagi pekerja persemaian adalah persemaian di RPH Pudak BKPH Wilis Selatan KPH Lawu DS. 






Sekilas terlihat tidak ada yang berbeda persemaian jenis Pinus merkusii ini dengan persemaian pinus di tempat lainnya. Namun perhatikanlah kembali dari hasil pengambilan gambar terlihat ada kubis, wortel dan beberapa tanaman sayuran ditanam disana. Inilah upaya kreatif yang tercipta oleh bapak Mantri dan Mandor Persemaian RPH Pudak. Adanya persoalan terkait hama dan penyakit yang menyerang banyak semai pinus dan berdampak buruk bagi kualitas bibit di persemaian menjadikan pekerja-pekerja lapangan bertindak kreatif dengan menciptakan sistim rotasi untuk pembuatan bibit di petak yang diperuntukkan untuk persemaian.  Sitim rotasi ini selain bertujuan untuk menekan perkembangan hama penyakit dalam satu lingkungan juga bertujuan meminimalisir lahan kosong dan memberi kebermanfaatan bagi pekerja persemaian.
Sistim rotasi dilakukan setiap tahun, apabila tahun pertama pembuatan bibit dilakukan di sisi barat maka sisi timur ditanami sayuran seperti wortel, kubis, daun bawang dsb. Kemudian pada tahun kedua akan dirotasi pembuatan bibit dilakukan di sisi timur dan tanaman sayuran sisi barat. Dan upaya kreatif ini nyata memberikan dampak yang positif bagi mutu bibit yang dihasilkan di persemaian tersebut, dan persemaian RPH Pudak ini berturut turut meraih Awarde baik skala nasional maupun Devisi Regional II Jatim. Nah disinilah arti ilmu silvikultur yang sesungguh dimana antara science dan art dilebur menjadi suatu upaya pengelolaan hutan :).

Jumat, 23 Januari 2015

Rindu



“Jiwa-jiwa itu sedang merindu, merindu untuk menggenapkan untai doa tiada keluh mengalir, berharap, melukis asa. Dan tangan-tangan itu menengadah mengiba kesempurnaan diri. Ia akan datang membawa bintang diantara jelaga hati. Mudah bagi Allah SWT mengantarkan sepucuk rindu dari hati yang satu untuk hati yang lain”

Kutemui tulisan-tulisan itu dari beberapa buku yang sempat aku beli beberapa bulan yang lalu. Terkesan melankolis memang, tetapi cukup mengobati rasa rindu ini teruntuk ia kekasih Allah SWT. Garis takdir selalu bersinggungan. Mudah saja bagi Allah menghantarkan sepucuk rindu di hati yang satu untuk hati yang lain. Mudah bagiNya pula menyalakan pendar perasaan di hati yang satu ke hati yang lain. Mudah bagi Allah pula menyelaraskan impian di hati yang satu untuk digapai berjamaah dengan impian di hati yang lain. Kusampaikan rasa rindu ini padaMu Ya Rabb (Januari,2015)



Rabu, 21 Januari 2015

Senja




Mereka terbang mengangkasa dengan formasi yang akupun tidak paham maknanya. Melintas langit senja bersama koloninya. Tak jarang mereka teriakkan suara-suara khas yang memekakan telinga. Langit senja , dengan cahayanya yang redup ramah menyapa orang-orang yang pulang bekerja. 
Sebuah rindu saat senja mulai menyapa. Rindu karna perpisahan akan segera tiba, tapi Allah Maha adil, Dia gantikan sang maha benderang dengan satelit kehidupan bernama bulan. Walaupun sinarnya tak sehangat dan sekuat sang surya, tapi pantulan sinarnya cukup aman menjaga di waktu malam.
Senja akan selalu membawa kerinduan, rindu  teruntuk Sang Maha Pengatur Tata Surya. Dimanapun senja menyapa, pantai, sawah, gunung, desa, hutan, perkotaan selalu membawa kabar rindu. Ya Allah jangan Engkau hilangkan kerinduan ini dimanapun langkah kaki ini berpijak.  
Konfigurasi warna emasnya, membuat ku selalu kagum akan keindahan ciptaanMu ya Rabb. Hingga selalu ingat bahwa diri kami bukanlah apa-apa di dunia ini. (Yogyakarta, Januari)